Mata pelajaran di sekolah bahkan sampai di tingkat universitas selalu ada yang berbau science. Kalo di tingkat menengah pertama (SMP) atau menengah akhir (SMA), mata pelajaran sains lebih dikenal dengan mata pelajaran IPA.

Di masa sekolah, ada penjurusan IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) atau IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial). Tidak jarang streotype atas pembagian siswa ini pun terjadi. Siswa dengan nilai tinggi masuk ke dalam jurusan IPA, sedangkan siswa nilai rendah masuk ke dalam jurusan IPS.

Pembagian siswa didasarkan atas nilai, bukan pada peminatan. Walaupun yang seringkali disebutkan adalah pembagian berdasarkan pada peminatan, tapi nyatanya siswa terbagi atas dasar nilai di atas kertas. Maka yang pintar masuk IPA sedangkan “golongan kedua” masuk IPS.

Pola pikir yang seperti ini secara tak sadar telah tertanam dalam kehidupan sosial secara umum. Dimulai dari pelajaran di sekolah, perkuliahan, hingga pengajaran di rumah pun seperti itu. Alhasil sains hanya diminati oleh segelintir yang dinilai pintar. Dari mana pola pikir ini terjadi? Sekuler.

Sekuler secara sederhana dapat diartikan memisahkan antara dunia dan agama. Seolah-olah agama itu hanya berlaku di masjid, sedangkan di luar masjid aturan agama tidak bisa diberlakukan.

Bermula dari pola pikir hingga berlanjut ke dunia pendidikan. Maka hasilnya seperti tadi. Sains diartikan begitu sempit. Yang sebenarnya bisa dibagi berdasarkan peminatan tapi malah dibagi berdasarkan nilai di atas kertas.

Lantas apa sebenarnya yang dimaksud sains dalam Islam?

Jika membuka dictionary.com, maka salah satu arti science adalah knowledge, as of facts or principles; knowledge gained by systematic study. Salah satu kunci yang bisa diambil di sini adalah tentang sistematis dan metode berpikir. Lantas bagaiamana dengan agama? Apakah termasuk sains?

Pertanyaan tadi sebenarnya sudah keliru, apalagi jika mengaitkan dalam Islam. Karena Islam mengajarkan kehidupan secara keseluruhan dan memiliki keterkaitan. Tidak bisa dipisahkan antara sains dan Islam.

Cukup panjang jika ingin menjabarkan konsep sains dalam Islam. Ada banyak referensi yang bisa dibaca untuk melengkapinya. Salah satu namanya adalah Prof al-Attaas. Beliau menjabarkan sains lebih luas dalam pandangan Islam. Bahkan perihal adab, beliau menjelaskan lebih komprehensif. Bukan hanya tentang adab sebagai akhlak, tapi adab sebagai bagian dari peradaban.

Padanan kata sains dalam bahasa Arab adalah ilm. Dasar kata ilmu terdiri dari i-l-m atau ‘alam. Kata ilm dalam bahasa Arab memiliki hubungan yang kuat dengan ilmu (‘ilm), alam (‘alam), dan al-Khaliq. Maka dalam pandangan Islam, ilmu harusnya mampu membantu kita untuk mengetahui tentang alam dan mengenali Sang Khaliq.

Secara teori mungkin terlihat mudah. Bahkan jika diimplementasikan dalam institusi pendidikan mungkin juga terlihat mudah. Bagaimana caranya agar sekolah bisa mengajarkan “ilmu umum” kepada siswa dan siswa tersebut mampu mengetahui tentang alam dan mengenali Sang Khaliq. Tapi nyatanya ini bukanlah perkara mudah. Guru tidak mungkin bisa mengajarkannya dengan sebenar-benarnya jika bukanlah Al-quran sebagai pedoman. Karena Al-quran tidak hanya mengajarkan tentang agama saja, tapi juga kehidupan manusia secara keseluruhan. Termasuk tentang sains modern. Penciptaan langit dan bumi, garis edar tata surya, bertemunya dua lautan, api di dasar laut dan masih banyak fenomena sains modern lain yang ditemukan di Al-quran.

Jadikan alam semesta sebagai guru dan Al-quran sebagai pedoman. Alam semesta adalah ayat kauniyah dan Al-quran adalah ayat kauliyah. Setidaknya, inilah cara yang paling mudah bagi kita untuk menghubungkan kembali sains dalam Islam. Mengikis pola pikir sekuler dan menjadikan Islam sebagai satu-satunya jalan terbaik untuk memahami dunia dan kehidupan setelah dunia.

Share This

Share This

Share this post with your friends!